“Salam kenal, saya aktif sebagai pengasuh Bina Iman Anak (BIA) salah satu paroki. Senang bisa kontak dengan ibu, kebetulan saat ini ada beberapa kejadian menarik di BIA kami. Kami ingin tanggapan dan masukan dari ibu.
- Seorang murid usia 7 tahun karena bersekolah di SD negeri, setiap kali mengawali sharing di kelas, mengucapkan salam “assalamualaikum”. Para pembimbing serta anak-anak lainnya spontan menjawab “walaikum salam”. Ternyata beberapa orang tua keberatan dengan kejadian tersebut, malah ada yang melarang anaknya mengikuti bina iman di tempat kami. Apa yang harus saya lakukan?
- Pada dasarnya bina iman disediakan untuk anak, artinya sampai kelas 1 SMP pun anak bisa mengikuti BIA. Namun yang sering terjadi : begitu anak mengikuti kegiatan komuni pertama, orang tua keberatan untuk 2 kali mengantarkan anak ke BIA. Akhirnya BIA hanya terisi anak-anak sampai kelas 3 SD, sebelum mengikuti komuni pertama.
- Saat bina iman, beberapa orang tua menunggui anaknya, diantaranya ada yang mengganggu kegiatan anak, misalnya : saat anak diajak mewarnai, orang tuanya malahan memberikan handphone untuk anak bermain, sedangkan mewarna dikerjakan oleh orang tua (menggelikan ya, Bu?). Ada juga yang menyuapi makan anak padahal anak-anak sebaiknya tidak makan saat BIA. Beberapa juga menganggap BIA sebagai penitipan anak selagi orang tuanya misa, sehingga orang tua segera mengambil anak selesai misa, tidak melihat dulu apakah acara BIA memang sudah selesai atau belum.
Saat ini kami berusaha untuk mengembangkan ide-ide baru di BIA tidak hanya belajar agama, bisa diisi dengan menanam pohon, bikin kue, masak, bermain dan bersosialisasi. Kami juga terbantu oleh beberapa orang tua, baik saat persiapan (ada yang membuatkan alat permainan, merancang acara , membuatkan kue atau makanan) dan saat pelaksanaan (ada yang bersedia mendongeng, mengajak ke tempat rekreasi anak, jadi sinterklas). Namun masih ada orang tua yang kami khawatirkan menghambat tercapainya tujuan mengembangkan anak secara optimal.
Mohon pencerahannya
Bu. Rika – Bandung